23.8 C
Malang
Kamis, Desember 7, 2023

Budaya Malang Terasa dalam Gebyar Plaosan Timur Jadoel

MALANG KOTA – Nuansa Malang tempo dulu kental terasa dalam acara Gebyar Plaosan Timur Jadoel di Jalan Plaosan Timur, Kelurahan Purwodadi, Kecamatan Blimbing, kemarin (19/5). Sebagian warga mengenakan busana masa lalu dan menyajikan jajanan maupun jamu  tradisional. Ada pula penampilan Tari Sarip yang dibawakan puluhan perempuan dengan jarik dan kebaya berwarna kuning hijau dan merah.

Salah seorang seniman yang ikut tampil, Sri Aribawati, mengatakan bahwa Tari Sarip merupakan maskot dari RW 12, Kelurahan Purwodadi. Tarian itu termasuk seni sandiwara ludruk. Menceritakan sosok Sarip yang rajin membayar pajak, tetapi yang memperoleh hasil pembayaran pajak justru sang paman.

”Kami menampilkan Tari Sarip yang sudah disusun sebelum pandemi Covid-19,” ujarnya. Gebyar Plaosan Timur Jadoel sebenarnya juga merupakan agenda tahun 2019. Namun, karena saat itu terjadi pandemi Covid-19, pelaksanaannya tertunda hingga 2023.

Baca Juga:  Mulai Tertarik Dalami Cerita-Cerita Anak

Sri menjelaskan, penampilan Tari Sarip digagas Ketua RW 12 yang memang menyukai kesenian. Ide itu langsung disambut positif warga. Apalagi di Plaosan ada beberapa warga yang bekerja sebagai seniman, termasuk Sri.

KESENIAN KHAS: Puluhan perempuan menampilkan Tari Sarip yang merupakan maskot dari RW 12, Kelurahan Purwodadi, Kecamatan Blimbing, kemarin (19/5). (Darmono/Radar Malang)

Tak hanya Tari Sarip, acara itu juga menampilkan kesenian lain. Misalnya, wayang orang, campursari, kuda lumping, hingga Tari Remo. Pengunjung juga dimanjakan beragam stan yang menjual makanan. Mulai dari kue tradisional seperti onde-onde, cenil, lumpia, hingga pukis. Ada pula minuman tradisional seperti jamu. Para penampil maupun yang berjualan di stan menggunakan busana tradisional.

Ketua RW 12 Jauhari menjelaskan, Gebyar Plaosan Timur Jadoel bertujuan untuk melestarikan budaya setempat. Mulai dari kesenian tradisional seperti ludruk hingga kue-kue tradisional yang bisa mengangkat perekonomian UMKM. ”Total ada 140 stan serta puluhan warga dari 10 RT yang berpartisipasi dalam acara ini,” ujarnya.

Baca Juga:  Agustus, Pedestrian Zona Tiga Kajoetangan Heritage Rampung

Jika masyarakat menganggap acara kemarin sukses, Jauhari berencana menjadikan Gebyar Plaosan Timur Jadoel sebagai agenda rutin. Sebab, pihaknya ingin lebih mengenalkan sekaligus melestarikan budaya Jawa Timur, khususnya budaya dari Kota Malang. (mel/fat)

MALANG KOTA – Nuansa Malang tempo dulu kental terasa dalam acara Gebyar Plaosan Timur Jadoel di Jalan Plaosan Timur, Kelurahan Purwodadi, Kecamatan Blimbing, kemarin (19/5). Sebagian warga mengenakan busana masa lalu dan menyajikan jajanan maupun jamu  tradisional. Ada pula penampilan Tari Sarip yang dibawakan puluhan perempuan dengan jarik dan kebaya berwarna kuning hijau dan merah.

Salah seorang seniman yang ikut tampil, Sri Aribawati, mengatakan bahwa Tari Sarip merupakan maskot dari RW 12, Kelurahan Purwodadi. Tarian itu termasuk seni sandiwara ludruk. Menceritakan sosok Sarip yang rajin membayar pajak, tetapi yang memperoleh hasil pembayaran pajak justru sang paman.

”Kami menampilkan Tari Sarip yang sudah disusun sebelum pandemi Covid-19,” ujarnya. Gebyar Plaosan Timur Jadoel sebenarnya juga merupakan agenda tahun 2019. Namun, karena saat itu terjadi pandemi Covid-19, pelaksanaannya tertunda hingga 2023.

Baca Juga:  Warga Protes Bau Sampah TPA Tlekung

Sri menjelaskan, penampilan Tari Sarip digagas Ketua RW 12 yang memang menyukai kesenian. Ide itu langsung disambut positif warga. Apalagi di Plaosan ada beberapa warga yang bekerja sebagai seniman, termasuk Sri.

KESENIAN KHAS: Puluhan perempuan menampilkan Tari Sarip yang merupakan maskot dari RW 12, Kelurahan Purwodadi, Kecamatan Blimbing, kemarin (19/5). (Darmono/Radar Malang)

Tak hanya Tari Sarip, acara itu juga menampilkan kesenian lain. Misalnya, wayang orang, campursari, kuda lumping, hingga Tari Remo. Pengunjung juga dimanjakan beragam stan yang menjual makanan. Mulai dari kue tradisional seperti onde-onde, cenil, lumpia, hingga pukis. Ada pula minuman tradisional seperti jamu. Para penampil maupun yang berjualan di stan menggunakan busana tradisional.

Ketua RW 12 Jauhari menjelaskan, Gebyar Plaosan Timur Jadoel bertujuan untuk melestarikan budaya setempat. Mulai dari kesenian tradisional seperti ludruk hingga kue-kue tradisional yang bisa mengangkat perekonomian UMKM. ”Total ada 140 stan serta puluhan warga dari 10 RT yang berpartisipasi dalam acara ini,” ujarnya.

Baca Juga:  Kepala Kemenag Kabupaten Malang Luncurkan PTSP Online MTsN 7 Malang

Jika masyarakat menganggap acara kemarin sukses, Jauhari berencana menjadikan Gebyar Plaosan Timur Jadoel sebagai agenda rutin. Sebab, pihaknya ingin lebih mengenalkan sekaligus melestarikan budaya Jawa Timur, khususnya budaya dari Kota Malang. (mel/fat)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/