SELAIN advokasi terhadap korban tragedi Kanjuruhan, edukasi terhadap masyarakat juga dilakukan oleh Aremania Menggugat pimpinan Djoko Tritjahjana SH. Mendampingi sekitar tujuh korban sejak H+1 kejadian, Djoko juga ikut terjun dalam aksi damai sekaligus memberi ”kuliah hukum singkat”. Salah satu aksi yang diikuti Djoko dan dua rekannya adalah ketika suporter mengadakan demo di depan Kejaksaan Negeri (Kejari) tiga daerah se-Malang Raya. ”Ketika berkumpul, semua saya beri gambaran bagaimana sebuah hukum itu seharusnya berjalan,” terang dia. Memang, pengusutan tragedi yang menewaskan 135 orang tersebut dirasa sarat kejanggalan oleh banyak pihak.
Salah satunya dengan istilah ”jeruk makan jeruk”. Istilah itu dimaksudkan pada mekanisme polisi memeriksa polisi. Djoko beranggapan, dalam perkara seperti itu semua pihak yang terlibat harus diperiksa secara terbuka. ”Memang pada satu sisi akan ada pihak yang menganggap institusi tersebut banyak kejelekan. Tapi di sisi lain akan melihat bahwa polisi kita itu bersih,” imbuhnya. Selama ini, Djoko biasa bergerilya ke banyak kelompok masyarakat untuk memberikan pengertian tentang proses hukum. Juga menyampaikan ajakan untuk terus mengawal pengusutan tragedi sepak bola mematikan itu dengan menggandeng media massa.
Pada bagian lain Aremania Menggugat tetap menjalankan fungsinya sebagai advokat. Hingga kini, Djoko dan rekan-rekannya juga membuat memiliki laporan model B di Polres Malang. Mirip seperti yang dilakukan TATAK. Bedanya, pelapor yang dicantumkan bernama Rizal Putra Pratama, seorang warga Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. ”Klien kami juga tidak tersentuh laporan model A polisi sebagai saksi,” papar dia. Malah, keluarga Rizal beserta enam orang lain yang memberikan kuasa pendampingan hukum ke Djoko dan kawan-kawan adalah yang pertama didampingi advokat. Kini, laporan tersebut masih bernasib sama dengan milik Devi Athok. Yakni dalam tahap penyelidikan. (biy/fat)