Nama Muhammad Irfan di kalangan pebonsai cukup disegani. Dia pun pernah dikontrak ke Dubai untuk merawat bonsai. Ini berkat keahliannya membuat bonsai supermikro. Ukuran bonsai karyanya ada yang hanya 5 centimeter. Butuh waktu tiga tahun dan biaya cukup mahal sampai Somad, sapaan Irfan sampai pada titik ini.
AFIFAH RAHMATIKA FURZAEN
Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Kata ini cukup tepat untuk menggambarkan kisah perjalanan Somad sebagai pebonsai. Baginya, ayahnya adalah sosok panutan karena ulet dan tekun dalam merawat bonsai sejak tahun 1986. Akan tetapi, dia baru belajar bonsai pada tahun 2009 ketika usianya menginjak 24 tahun. “Saya masih ingat, ayah saya membelikan 4 ribu pohon jenis cemara buaya hanya untuk melatih keluwesan saya dalam membuat bonsai,” kenangnya.
Berbekal 4 ribu pohon tersebut, Somad mulai belajar memahami cara perawatan bonsai setiap hari. Mulai dari belajar menyiram, menyikati pohon, dan memasang kawat pada batangnya. Menariknya, proses belajar itu dilakukan di sebuah garasi mobil miliknya yang terletak di Jalan Purwosenjoto Nomor 1D, Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Di ruang inilah cikal bakal Garage Bonsai. Segala peralatan membonsai ini tertata rapi. Mulai dari gunting, cutter, tang untuk memotong kawat bonsai, penggaris, dan sebagainya.
Satu per satu jari jemarinya mengawati pohon bonsai. Dalam sehari, Somad dapat menciptakan kreasi sebanyak 20 pohon bonsai. Suatu ketika di tahun 2009, ada sebuah pameran bonsai di Politeknik Negeri Malang yang memikat hatinya. Dia melihat ada bonsai unik yang berukuran kecil. Jika dibandingkan dengan uang logam Rp 500 ukurannya hampir setara. Namun bonsainya lebih besar. Dari situlah, rasa penasarannya mulai muncul. Uji coba bonsai berukuran kecil (sito dan mame) pun dimulai. Untuk bonsai sito yakni berukuran 5 hingga 10 sentimeter. Sedangkan, bonsai mame memiliki ukuran 10 hingga 15 sentimeter. Somad akhirnya semakin tertantang untuk membuat bonsai sito dan mame. Dia mengaku, ternyata membuat bonsai mini tidaklah mudah. Sebab, memerlukan proses bertahun-tahun dalam perawatannya. Ada bonsai mini yang usianya 3, 4, 5, 6, dan 7 tahun.

Somad akhirnya merasakan proses belajar merawat bonsai mini. Dia mulai mengenal pohon bonsai yang dapat dibuat ukuran kecil. Di antaranya sancang, serissa Mikro, cemara, sargenti, vicus, sakura mikro, dan sebagainya. Intinya jenis pohon yang daunnya kecil dan akar batang tidak terlalu besar. Di balik proses belajar tersebut, dia pernah merasa gagal dalam membentuk pohon bonsai. “Setiap kali merasa gagal, saya malu dan tidak percaya diri menunjukkan hasil dari proses memasang kawat kepada ayah. Sampai akhirnya saya memutuskan untuk membuang bonsai ke tempat sampah,” ujarnya sambil tertawa.
Semenjak kejadian itu, Somad akhirnya sadar bahwa membentuk bonsai layaknya pohon di alam itu tidak ada yang salah. Baginya, sepandai-pandainya orang yang ingin fokus menjadi pebonsai, memerlukan waktu selama dua tahun. “Ya, baru setelah 4 tahun atas kejadian pembuangan bonsai itu, saya bercerita ke ayah. Saya menyadari bahwa tidak ada karya yang gagal. Seharusnya bonsai yang telah terbuang ke dalam tempat sampah itu dapat ditanam agar terus bertumbuh,” ungkapnya.
Sementara itu, pria kelahiran tahun 1985 ini mengatakan, tantangan terbesar dalam merawat bonsai mini adalah managemen kontrol. Tahapannya adalah mencari akar yang sengaja dicangkok dan harus dipantau pertumbuhannya. Jangan sampai akar menembus ke atas pot dan tak terpotong. Kuncinya adalah memotong akar dan membuang ranting yang tidak perlu. “Belajar memotong ranting mana yang tidak perlu saja itu memerlukan waktu. Bersyukur, semua ilmu dalam pemotongan ranting ini saya dapatkan dari ayah,” tutur pria yang pernah merawat bonsai di Dubai selama dua bulan ini.
Di sisi lain, masih teringat di benak Somad terkait pembeli pertama bonsai berukuran kecil miliknya adalah warga Jogjakarta. Bonsai berukuran 10 sentimeter itu laku seharga Rp 300 ribu termasuk ongkos kirim. Dia tak menyangka, bonsai ukuran kecil ternyata peminatnya dari luar kota.
Setelah itu, Somad mulai mengamati market dan menemukan ternyata bonsai mini ini cocok bagi penghuni rumah minimalis yang halamannya kecil. Satu per satu pesanan bonsai mini akhirnya mulai berdatangan. Mulai dari Jakarta, Surabaya, Bali, Kalimantan, dan sebagainya.
Salah satu pekerja di Garage Bonsai bernama Hardimas Putra mampu menjual bonsai berukuran 10 sentimeter kepada warga Sumatera dengan harga Rp 10 juta. Selain itu, pesanan bonsai mini miliknya juga pernah dikirim ke Singapura. Sebanyak 3 bonsai berukuran 7 sentimeter telah dikirim ke Singapura. Untuk harga seluruhnya Rp 2.700.000.
“Waktu pengiriman, saya beruntung ada pihak yang membantu. Cukup dibungkus kardus dengan pengiriman lokal sehingga tidak memakan tempat dan biaya,” jelasnya. Kini, Garage Bonsai Kota Batu telah menjadi salah satu penjual bonsai yang memiliki ciri khas bonsai mini. Untuk rentangan harga termurah yaitu Rp 250 ribu dan termahal tembus Rp 10 juta per potnya. (ifa/abm).