Sempat putus asa dengan dunia seni, kemudian banting setir menjadi peternak kambing, Yoyok Siswoyo pada akhirnya tetap melukis. Sampai saat ini dia sudah menggelar tiga kali pameran tunggal. Karya-karyanya sudah terjual ke beberapa negara.
Mita Berliana
Ingatan Yoyok Siswoyo kembali ke kejadian 38 tahun lalu. Saat itu dia masih berusia empat tahun, namun hobinya menggambar sudah terlihat.
Kakaknya yang selalu membawa kapur sepulang sekolah selalu dimanfaatkannya. Kapur-kapur itu digunakan Yoyok untuk menggambar lantai semen di rumahnya. Belum puas dengan itu, dia juga mencoreti tembok rumah. ”Saya juga heran, kenapa orang tua saya tidak memarahi saya saat itu. Padahal saya bikin kotor lantai dan tembok rumah. Mereka malah melihat dan memuji hasil gambar saya,” kenang pria kelahiran Mei 1980 itu.
Beranjak remaja, setelah lulus SMP, dia melanjutkan studi di Grafika (sekarang SMKN 4 Malang). Namun di bulan ketiga, Yoyok memutuskan untuk berhenti. ”Karena saya pikir di sana ada jurusan gambar menggambar, ternyata saya salah tidak riset dulu,” kata dia. Karena sudah terobsesi ingin belajar menggambar, dia pamit ke keluarganya untuk merantau sekolah di Jogjakarta. ”Akhirnya saya ke Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR),” ujarnya.
Sejak itu lah Yoyok mulai menuruti kata hatinya. Di sela-sela sekolah, dia juga aktif mengikuti berbagai lomba melukis. ”Tidak hanya (ikut lomba) di Jogjakarta, tapi juga di Sidoarjo, Mojokerto, Surabaya, dan Malang. Itu saya lakukan untuk mencari tambahan uang saku. Soalnya kan kalau menang lomba dapat hadiah uang tunai,” cerita dia disambut tawa.
Di tahun 1999, dia mulai aktif menjadi koordinator pameran. ”Waktu itu ulang tahun SMSR Jogjakarta dan mengadakan pameran di Dewan Kesenian Malang (DKM), saya menjadi koordinator pamerannya,” ucap pria itu. Perjalanan Yoyok menjadi pelukis menemui sejumlah rintangan. Di kisaran tahun 2002 hingga 2005, dia pulang ke Malang.
Sejak saat itu asam garam kehidupan mulai dicicipinya. Di tahun tersebut, dia menikah dan mempunyai seorang anak. Masalah ekonomi mulai hinggap. Alih-alih untuk membeli cat dan kanvas, dia terpaksa harus memenuhi kebutuhan keluarganya. Akhirnya, Yoyok turut menjual lukisan-lukisan yang pernah dia buat. ”Saya jemput bola. Keliling galeri-galeri yang ada di Malang untuk menjual lukisan maupun sketsa. Dan menghubungi kenalan-kenalan, barangkali ada yang berminat pesan,” kenang penggemar Ipe Makruf dan S. Sudjojono itu.
Tidak mendapatkan hasil seperti yang diharapkannya, Yoyok sempat putus asa dan berpikir untuk pergi ke Tulungagung, di kampung halaman istrinya. Saat itu dia berpikir untuk melupakan mimpinya menjadi pelukis, dan mulai beternak kambing dengan modal dari mertuanya. Di sana, Yoyok membuat kandang kambing dan membeli beberapa ekor kambing.
Setahun setelahnya, dia mendapat telepon dari seorang teman sekolahnya saat di Jogjakarta. ”Saya diminta segera ke Jogjakarta dan membantunya untuk melukis,” kata dia. Akhirnya dia mengajak istri dan anaknya ke Jogjakarta, dan itu menjadi titik baliknya mulai aktif melukis lagi. Yoyok kemudian aktif ikut berbagai pameran dari ajakan temannya. Mulai dari event kecil hingga besar pernah diikutinya.
Tepat di tahun 2019, Yoyok memulai pameran tunggal pertamanya. Bertempat di Kiniko Art, SaRang Building Blok II Kalipakis, Jogjakarta, dia mengangkat tema ”From East to West”. Tema itu terinspirasi dari kisah karangan Wu Chen En, yang menceritakan seorang biksu bernama Tom Sam Cong yang melakukan perjalanan mencari kitab suci ke barat. Kisah itu dianalogikan Yoyok sebagai gambaran perjalanan karier seninya. ”Barat dalam pemaknaan di pameran tersebut adalah arah yang dituju untuk menemukan harapan-harapan baik,” kata dia.
Sambil mengenang pameran tunggal pertamanya, Yoyok mengingat kembali hal-hal yang terjadi sebelum pameran itu digelar. Setelah satu bulan menyiapkan pameran, dia sempat jatuh sakit. Itu terjadi karena dia harus berpikir ekstra untuk menghasilkan minimal 20 buah lukisan.
Pada pameran tunggal pertamanya itu, Yoyok mengalami kekhawatiran yang luar biasa. ”Sempat takut, karena selama satu jam tidak ada yang datang. Kemudian satu jam berikutnya yang datang hanya orang-orang terdekat. Dan di luar dugaan, di malam hari banyak yang datang,” kata Yoyok.
Berlanjut di tahun 2020, Yoyok kembali menggelar pameran tunggal lagi dengan judul ”Menep”, yang diadakan CGartspace, Jakarta. Kemudian tahun 2021, dia mengadakan pameran bersama kawan-kawannya di tiga kota. Yakni Malang, Jogjakarta, dan Jakarta. Terbaru, pada Juni 2022 lalu, Yoyok mengadakan special presentation art moment di Andi`s Gallery, Jakarta.
Lukisan-lukisan Yoyok bergenre abstrak. Karya-karyanya didominasi warna-warna cerah dengan timpaan-timpaan warna dan garis yang memunculkan abstraksi tertentu. Ada upaya untuk menyusun timpaan warna yang seolah-olah ingin membentuk sesuatu, namun objek yang ditawarkan tidak berbentuk. Sehingga mengarahkan persepsi atas pemaknaan di luar simbol.
Di beberapa bagian karyanya, Yoyok seolah merusak dimensi yang telah dibentuk dengan timpaan yang menggunakan warna lain. Karya Yoyok seolah-olah dilandasi kompleksitas emosional dalam bagian-bagian yang kontradiktif. Seolah banyak rasa yang ditumpahkan dalam penciptaan satu karya saja.
Berkat beberapa pameran tunggalnya, banyak pihak yang menawar lukisan Yoyok. Bahkan beberapa lukisannya sudah dikirim ke luar negeri. Seperti ke Malaysia, Singapura, Hongkong, Amerika Serikat, Vietnam, dan Prancis. ”Mereka rata-rata beli lewat media sosial dan ada manajer saya yang mempromosikan juga,” terangnya. Dalam kurun dua tahun, dia sudah mengirimkan 30-an karya lukis ke luar negeri. ”Kalau dalam negeri lumayan banyak, mungkin sekitar 50 lukisan,” imbuhnya.
Untuk harga, Yoyok sebenarnya malu-malu untuk membeberkannya. ”Tergantung ukuran, kalau yang ukuran 140 x 160 cm di kisaran harga Rp 35 hingga Rp 40 juta,” bebernya. Kini Yoyok masih sibuk dengan karya yang dia buat di studio pribadi di rumahnya, di Kelurahan Bandulan, Kecamatan Sukun. Dia belum mau membeberkan rencana untuk pameran selanjutnya. (*/by)