31.2 C
Malang
Kamis, November 16, 2023

Bikin Pelatihan Daring, Binaan Tembus 843 Orang di 30 Provinsi

Penyandang disabilitas harus diberi kesempatan untuk berkembang. Misi itulah yang diusung Satrio Tegar Sadewo dan Ekananda Putri Nur Afandi. Hingga kini, keduanya telah membina ratusan penyandang disabilitas di 30 provinsi agar  bisa mandiri.

ADITYA NOVRIAN

LANGKAH Satrio Tegar Sadewo, 28,  dan Ekananda Putri Nur Afandi, 25, untuk membina penyandang disabilitas dimulai pada akhir 2019. Kala itu, keduanya mulai memberikan pelatihan kepada 30 orang penyandang disabilitas di Kelurahan Mojolangu, Kota Malang, secara sukarela. Setiap Minggu, duo alumnus Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya (UB) itu mengajarkan bagaimana menjahit kain perca menjadi sebuah barang yang memiliki manfaat.

Kain perca dipilih karena jarang terpakai. Dengan begitu, kain perca tak menumpuk di tempat sampah dan bisa bernilai jual tinggi. Bahkan bisa menjadi sebuah barang yang multifungsi. Seperti tas, dompet, ataupun sarung pelapis barang lainnya.

Memberikan pelatihan untuk penyandang disabilitas tentu berbeda dengan pelatihan untuk orang kebanyakan. Susah-susah gampang. Namun hal itu sudah menjadi hal biasa bagi Tegar dan Eka. ”Bagi kami justru menjadi sebuah keistimewaan. Istimewa karena para penyandang disabilitas punya kelebihan tersendiri,” kata Tegar.

Pertemuan secara tatap muka rutin dilakukan hingga Maret 2020. Pada momen itu, mereka mendapat tantangan melawan pandemi Covid-19 yang mulai merebak di Kota Malang. Pertemuan tatap muka terpaksa tertunda untuk sementara waktu hingga batas waktu yang tak ditentukan.

Baca Juga:  Puluhan Penyandang Disabilitas Terima Bantuan Kursi Roda

”Mau nggak mau harus daring, kesulitannya ya harus sabar,” kata pria asal Madiun itu.

Jaringan internet yang ngadat sudah pasti menjadi tantangan. Apalagi beberapa penyandang disabilitas tidak bisa secara langsung mengakses internet. Harus dibantu oleh orang tua atau pengasuh. Namun itu semua justru menjadi pendorong bagi Tegar dan Eka untukmembuat terobosan baru. Salah satunya dengan membuka tawaran pelatihan tanpa biaya di media sosial.

Berbekal Instagram, mereka membuat akun @percacita sebagai wadah berkumpulnya para penyandang disabilitas mencari informasi pelatihan. Tegar dan Eka mengemas mengisi akun media sosial itu dengan karya dari 30 penyandang disabilitas di Kota Malang. Tak disangka, antusias untuk mengikuti pelatihan sangat tinggi. Bahkan datang dari berbagai daerah di luar Kota Malang. Mulai dari Aceh, Papua, Nias sampai Labuan Bajo.

Jika dihitung, hingga saat ini sudah penyandang dari 117 kota di 30 provinsi yang bergabung menjadi bagian dari Percacita. Tak sedikit pula  dari anggota Percacita yang merupakan lembaga pendidikan, seprti Sekolah Luar Biasa (SLB). ”Ada 83 SLB serta sekolah inklusif di berbagai daerah minta untuk ada pelatihan,” jelas Tegar.

Selama dua tahun terakhir, Tegar dan Eka melatih para penyandang disabilitas secara daring menggunakan fasilitas zoom meeting. Dengan telaten, keduanya mengajarkan cara memotong kain perca, menjahit kain, hingga membuat pola jahitan.

Baca Juga:  Bentoel Group Berbagi Kebaikan di Bulan Suci Ramadan

Karena kesibukan dan banyaknya peserta, Tegar dan Eka tak bisa memberi pelatihan secara langsung. Sebagai gantinya, video pembelajaran dikirim ke para peserta yang meminta pelatihan. Cara itu mereka lakukan supaya ilmu mengolah kain perca tetap terasah.

”Dengan cara itu, motorik para penyandang disabilitas itu tetap terasah. Kami melihat mereka senang melakukannya. Bahkan bisa menghasilkan karya yang rapi,” ujarnya.

Tegar dan Eka sama sekali tidak merasa terbebani dengan terus bertambahnya jumlah peserta pelatihan yang dia berikan secara gratis. Malah, hal itu menjadi tujuan mereka yang sejak awal ingin memperluas jangkauan pelatihan. Apalagi ketika manfaatnya sudah benar-benar dirasakan para penyandang disabilitas.

Selain melatih motorik, hasil karya para penyandang disabilitas itu bisa menambah penghasilan. Satu karya berbahan kain perca biasanya  dijual dengan harga Rp 65 ribu-85 ribu.

Dalam waktu dekat, Tegar dan Eka berencana pelatihan tentang jenis keterampilan baru untuk para penyandang disabilitas. Di antaranya, membuat tempat tisu dari kain perca, tata rias, cuci sepatu, dan keterampilan membuat kerajinan tangan dari bahan kertas.

Mereka semakin bersemangat tatkala pelatihan-pelatihan terhadap para disabilitas itu mendapat perhatian dari pemerintah Australia.

”Dapat skema hibah alumni (Australian Alumni Grant Scheme), lumayan bisa membantu,” tandas Tegar. (*/fat)

Penyandang disabilitas harus diberi kesempatan untuk berkembang. Misi itulah yang diusung Satrio Tegar Sadewo dan Ekananda Putri Nur Afandi. Hingga kini, keduanya telah membina ratusan penyandang disabilitas di 30 provinsi agar  bisa mandiri.

ADITYA NOVRIAN

LANGKAH Satrio Tegar Sadewo, 28,  dan Ekananda Putri Nur Afandi, 25, untuk membina penyandang disabilitas dimulai pada akhir 2019. Kala itu, keduanya mulai memberikan pelatihan kepada 30 orang penyandang disabilitas di Kelurahan Mojolangu, Kota Malang, secara sukarela. Setiap Minggu, duo alumnus Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya (UB) itu mengajarkan bagaimana menjahit kain perca menjadi sebuah barang yang memiliki manfaat.

Kain perca dipilih karena jarang terpakai. Dengan begitu, kain perca tak menumpuk di tempat sampah dan bisa bernilai jual tinggi. Bahkan bisa menjadi sebuah barang yang multifungsi. Seperti tas, dompet, ataupun sarung pelapis barang lainnya.

Memberikan pelatihan untuk penyandang disabilitas tentu berbeda dengan pelatihan untuk orang kebanyakan. Susah-susah gampang. Namun hal itu sudah menjadi hal biasa bagi Tegar dan Eka. ”Bagi kami justru menjadi sebuah keistimewaan. Istimewa karena para penyandang disabilitas punya kelebihan tersendiri,” kata Tegar.

Pertemuan secara tatap muka rutin dilakukan hingga Maret 2020. Pada momen itu, mereka mendapat tantangan melawan pandemi Covid-19 yang mulai merebak di Kota Malang. Pertemuan tatap muka terpaksa tertunda untuk sementara waktu hingga batas waktu yang tak ditentukan.

Baca Juga:  Lima Program Unggulan Pendidikan Jadi Prioritas Utama

”Mau nggak mau harus daring, kesulitannya ya harus sabar,” kata pria asal Madiun itu.

Jaringan internet yang ngadat sudah pasti menjadi tantangan. Apalagi beberapa penyandang disabilitas tidak bisa secara langsung mengakses internet. Harus dibantu oleh orang tua atau pengasuh. Namun itu semua justru menjadi pendorong bagi Tegar dan Eka untukmembuat terobosan baru. Salah satunya dengan membuka tawaran pelatihan tanpa biaya di media sosial.

Berbekal Instagram, mereka membuat akun @percacita sebagai wadah berkumpulnya para penyandang disabilitas mencari informasi pelatihan. Tegar dan Eka mengemas mengisi akun media sosial itu dengan karya dari 30 penyandang disabilitas di Kota Malang. Tak disangka, antusias untuk mengikuti pelatihan sangat tinggi. Bahkan datang dari berbagai daerah di luar Kota Malang. Mulai dari Aceh, Papua, Nias sampai Labuan Bajo.

Jika dihitung, hingga saat ini sudah penyandang dari 117 kota di 30 provinsi yang bergabung menjadi bagian dari Percacita. Tak sedikit pula  dari anggota Percacita yang merupakan lembaga pendidikan, seprti Sekolah Luar Biasa (SLB). ”Ada 83 SLB serta sekolah inklusif di berbagai daerah minta untuk ada pelatihan,” jelas Tegar.

Selama dua tahun terakhir, Tegar dan Eka melatih para penyandang disabilitas secara daring menggunakan fasilitas zoom meeting. Dengan telaten, keduanya mengajarkan cara memotong kain perca, menjahit kain, hingga membuat pola jahitan.

Baca Juga:  BAF Ajak Yatim-Piatu, Duafa, Disabilitas Belanja Bersama Serentak di 12 Kota

Karena kesibukan dan banyaknya peserta, Tegar dan Eka tak bisa memberi pelatihan secara langsung. Sebagai gantinya, video pembelajaran dikirim ke para peserta yang meminta pelatihan. Cara itu mereka lakukan supaya ilmu mengolah kain perca tetap terasah.

”Dengan cara itu, motorik para penyandang disabilitas itu tetap terasah. Kami melihat mereka senang melakukannya. Bahkan bisa menghasilkan karya yang rapi,” ujarnya.

Tegar dan Eka sama sekali tidak merasa terbebani dengan terus bertambahnya jumlah peserta pelatihan yang dia berikan secara gratis. Malah, hal itu menjadi tujuan mereka yang sejak awal ingin memperluas jangkauan pelatihan. Apalagi ketika manfaatnya sudah benar-benar dirasakan para penyandang disabilitas.

Selain melatih motorik, hasil karya para penyandang disabilitas itu bisa menambah penghasilan. Satu karya berbahan kain perca biasanya  dijual dengan harga Rp 65 ribu-85 ribu.

Dalam waktu dekat, Tegar dan Eka berencana pelatihan tentang jenis keterampilan baru untuk para penyandang disabilitas. Di antaranya, membuat tempat tisu dari kain perca, tata rias, cuci sepatu, dan keterampilan membuat kerajinan tangan dari bahan kertas.

Mereka semakin bersemangat tatkala pelatihan-pelatihan terhadap para disabilitas itu mendapat perhatian dari pemerintah Australia.

”Dapat skema hibah alumni (Australian Alumni Grant Scheme), lumayan bisa membantu,” tandas Tegar. (*/fat)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/