MALANG KOTA – Sudah hampir 2 semester para mahasiswa, termasuk penyandang disabilitas, menjalani pembelajaran dengan metode daring. Tak hanya sekadar akses internet namun aksesibilitas terhadap materi yang disampaikan menjadi kendala utama bagi para anak-anak istimewa ini.
Konselor sekaligus staf pendamping Pusat Studi dan Layanan Disabilitas Universitas Brawijaya (PSLD UB) Tommy Hari Firmanda, SPsi MSi MEd (SpecEd) menyebutkan secara umum kesulitan yang dihadapi para mahasiswa penyandang disabilitas adalah tentang materi yang tidak aksesibel.
“Setiap jenis difable punya kesulitannya masing-masing. Mereka sedikit terbantu dengan bantuan kuota dari pemerintah kemarin, tapi itu tetap tidak mengurangi kesulitan mereka soal penerimaan materi pembelajaran,” ujarnya.
Saat ini terdapat total 172 mahasiswa penyandang disabilitas yang sedang menempuh studinya di Universitas Brawijaya (UB) Malang. Tersebar hampir di seluruh fakultas yang ada, tuna rungu menjadi jenis difable yang paling banyak diderita oleh mahasiswa.
Tommy menuturkan, pihaknya sudah beberapa kali melakukan survey kepada para mahasiswa penyandang disabilitas terkait keefektifan pembelajaran daring bagi mereka. “Di awal pandemi kami buat survey by aplikasi kemudian di pertengahan sekitar bulan Juni-Juli kami sempat melakukan FGD (Focuss Group Discusion),” terang alumnus S2 Flinders Unversity tersebut.
Dari hasil survei tersebut didapatkan sekitar 54 persen mahasiwa penyandang disabilitas merasa pembelajaran daring menyulitkan bagi mereka. Sedangkan sisanya merasa diuntungkan dengan sistem pembelajaran ini dikarenakan tidak mengharuskan mereka untuk pergi ke kampus.
Kesulitan yang dihadapi pun beragam. Mulai dari materi yang sulit dipahami, tugas yang tidak terakomodir, hingga kesulitan bagi pendamping.
“Saat ini pendamping kami sudah lebih dari 100 dengan perbandingan 1:1. Namun, setiap pendamping kan kemampuannya beda-beda. Apalagi untuk tuna rungu tidak semua pendamping ini menguasai bahasa isyarat jadi kadang kesulitan kalau harus melakukan pendampingan ketika live zoom,” ujar Tommy.
Pandemi juga menjadi halangan bagi PSLD UB untuk melakukan pendampingan bagi mahasiswa disabilitas. Jika sebelum pandemi bisa diikuti hampir 1.200 mahasiswa, saat ini hanya sekitar 600 hingga 800 mahasiswa yang ikut pendampingan. Jumlah tersebut bukan hanya berasal dari mahasiswa Universitas Brawijaya saja melainkan mahasiwa lain yang tersebar di berbagai universitas di Indonesia.
Ditemui Jawa Pos Radar Malang, Tommy menuturkan harapannya. “Kami berharap kembali normal seperti semula. Namun kami tetap berusaha sedemikian rupa untuk tetap bisa beradaptasi dengan sistem pembelajaran seperti ini,” jelas dia.
PSLD UB tetap memberikan fasilitas bagi mahasiswa penyandang Disabilitas yang ingin mendapatkan pendampingan langsung di kampus. Contohnya bagi mahasiswa penyandang disabilitas intelektual, PSLD UB memberikan tutoring secara langsung dikarenakan mereka membutuhkan pendamping yang harus lebih kompleks dibanding yang lain.
Sementara itu, mahasiswa penyandang disabilitas di Universitas Merdeka (Unmer) Malang juga mengalami hal serupa.
Humas Unmer Drs Ana Mariani MSi menuturkan mahasiswa penyandang disabilitas Unmer wajib memiliki pendamping. “Untuk difable yang ada gangguan penerimaan audio atau tuna wicara memang harus ada pendampingan ya. Itu kan juga memudahkan mereka dalam mengikuti pelajaran,” ujarnya
Ana menyebutkan, meski tidak memiliki kebijakan khusus pada mahasiswa penyandang disabilitas namun setiap dosen yang ada di Unmer juga telah memberikan kelonggaran tersendiri bagi mereka. Kenyamanan dalam mereka menimba ilmu menjadi poin utama yang terus diupayakan oleh Unmer terhadap kaum disabilitas ini.
“Kan di sini jumlahnya tidak banyak ya hanya sekitar 10 sampai sebelasan, jadi kami pengawasannya juga mudah,” pungkas Ana.
Pewarta: Chosa Setya Ayu Widodo