Rambu larangan menaikkan penumpang di depan pintu keluar bus Terminal Arjosari, Kota Malang terlihat buram dan kumal. Sudah lama rambu itu- dan beberapa rambu lainnya- tak lagi dihiraukan. Kemacetan pun makin sering terjadi di depan terminal tipe A tersebut.
Sejumlah bus, bisa sampai 4 hingga 5 bus ngetem menunggu penumpang di pinggir jalan. Tepatnya di sisi barat pintu keluar terminal. Disusul bus berikutnya, berjalan super pelan hingga menutup akses lalu lintas kendaraan yang melintas di Jalan Raden Intan. Tujuannya, menunggu tambahan penumpang yang bergegas naik bus tanpa harus masuk terminal.
Saat sedang ramai, belasan jupang (juru penumpang), baik resmi mau pun tidak resmi beradu cekatan mencari calon penumpang. Hiruk pikuk di depan terminal ditingkahi suara petugas di pos pantau yang meminta sopir bus yang ngetem agar segera enyah, melanjutkan perjalanan.
Bukannya melaju, dua bus malah beriringan dan sering kali beradu pelan.
Klakson sepeda motor dan mobil pun bersahutan akibat terjebak macet di belakang bus. Tahu sendiri, satu dua menit menunggu, sementara di depan bus kondisi jalan lenggang membuat para pengguna jalan gemas dan tak sabaran. Macet pun tak terhindarkan.
Kondisi ini diperparah dengan posisi u-turn Jalan Raden Intan yang berada di sisi timur pintu keluar Terminal Arjosari. Kendaraan yang ingin putar balik di Jalan Raden Intan langsung bertemu dengan kemacetan di belakang bus. Tambah macet tentunya.
Kondisi hampir sama juga terjadi di pertigaan Jalan Raden Intan, tepatnya di depan kantor Taspen. Bus kembali ngetem bersama deretan angkot. Dua hingga empat bus berhenti, berharap ada tambahan penumpang yang digaet jupang. Tentu saja, tambahan penumpang itu tidak gratis.
Balik ke Terminal Arjosari, kebiasaan menaikkan dan menurunkan penumpang di depan terminal tidak terjadi satu dua tahun terakhir. Selain menjadi biang macet, situasi tersebut juga membuat PKL menjamur. Mereka cekatan menangkap peluang para calon penumpang yang memilih menunggu bus di pintu keluar terminal. Ironisnya, puluhan pemilik toko dan warung yang menyewa stan di dalam terminal harus gigit jari. Karena penumpang tak masuk terminal, mereka pun kehilangan pembeli.
Bagi para sopir bus, ngetem di depan terminal ternyata dilakukan dengan agak terpaksa. Mereka masih berharap seperti dulu, kursi penumpang penuh sejak di dalam terminal. Karena dengan begitu, mereka tak perlu mengeluarkan uang dobel untuk jupang. Maklum saja, selain di dalam terminal, mereka juga harus menyediakan uang tambahan bagi jupang yang beroperasi di depan terminal.
Lantas ke mana pihak berwenang yang seharusnya hadir mengatasi masalah ini? Paling tidak ada tiga pihak terkait yang seharusnya hadir dan menunjukkan komitmen mengatasi problem macet di depan terminal Arjosari. Mereka adalah pengelola terminal, Dishub Kota Malang dan pihak kepolisian.
Selama ini, ketiga instansi ini memang tidak selamanya diam dan berpangku tangan. Beberapa kali terlihat petugas gabungan turun dan menertibkan bus yang ngetem. Namun upaya yang digelar secara sporadis ini ternyata tak cukup ampuh. Perlu ada upaya lebih serius dan komprehensif agar kebiasaan buruk ini bisa diatasi. Kecuali jika biang kerok kemacetan dan tak berfungsinya terminal ini dipertahankan karena ada pihak-pihak yang diuntungkan.
Yang pasti, menyalahkan sopir bus atau menuding jupang tidak akan menemukan solusi. Karena tak ada asap jika tidak ada api. Begitu juga dengan mengkambing hitamkan penumpang yang enggan masuk terminal juga menunjukkan ketidakmampuan pengambil kebijakan menjalankan tugas dan fungsinya. Sampai kapan?