RADAR MALANG – Dalam menunjang keilmuan akademik, Pascasarjana UIN Malang kembali mengadakan kegiatan Webinar, Kamis (26/11), dengan tema Islam dan Fenomena Aliran-aliran Keagamaan di Indonesia. Tiga narasumber yang ahli di bidangnya dihadirkan, yaitu Prof Dr Ahmad Najib Burhani MA, Dr Rumadi Ahmad MAg, dan Dr H Ahmad Barizi MA.
Webinar dibuka oleh Prof Dr Hj Umi Sumbulah MAg selaku Direktur Pascasarjana UIN Malang. Dalam pembukaannya, dia mengatakan bahwa keilmuan dari narasumber dan hasil riset serta bahan-bahan referensi bisa digunakan untuk pengembangan pascasarjana UIN Malang, terutama tentang pemahaman fenomena aliran keagamaan di Indonesia.
“Dalam pengembangan akademik pascasarjana, diharapkan narasumber dapat menjelaskan keilmuan, hasil riset yang ditemukan serta bahan-bahan yang selama ini dipelajari,” ucap Umi Sumbulah.
Narasumber pertama, Ahmad Najib Burhani yang merupakan Profesor Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyampaikan banyak karya yang membahas tentang aliran-aliran, seperti di buku-buku Teologi Islam karya Harun Nasution. Namun, sayangnya banyak buku juga telah membahas aliran keagamaan yang sudah hilang, tetapi aliran yang masih ada sekalipun sudah dikeluarkan dari Islam tetapi masih yakin Allah, syahadat, Rasulullah itu tidak dimasukkan dan dibahas.
Menurut dia, seharusnya aliran seperti itu harus dibahas dan dikaji termasuk juga di Indonesia sepeti Ahmadiyah. Sedangkan di luar seperti: Yazidi, Ismaili, Druze. Sebab mempelajari aliran seperti ini bukan berarti harus masuk, tetapi sebagai bahan ilmu ke depannya.
“Banyak karya tentang aliran-aliran, tetapi banyak pula aliran keagamaan yang terlupakan karena dianggap berbeda seperti di Indonesia adalah Ahmadiyah. Kemudian di luar seperti Yazidi, Ismaili, Druze, dan lain-lain. Padahal, mempelajari aliran-aliran keagamaan itu bukan berarti akan masuk atau sudah masuk, namun sebagai ilmu dan memahami terhadap perbedaan itu,” kata Najib.
Begitupula menurut narasumber kedua, Rumadi Ahmad selaku Ketua Laspedam PBNU menjelaskan bahwa banyak aliran-aliran di dunia, termasuk di Indonesia sudah masuk dalam negara. Dimana banyak saat ini gerakan Islam parlementer ingin membentuk partai sendiri, tetapi masih nasionalisme dan sangat mengakui dan mendukung demokrasi. Tetapi juga terdapat, gerakan Islam non parlementer yang mengangap demokrasi sistem kafir, sehinga haram dan perlu diganti sistem keIslaman.
“Gerakan islami ada dua, yakni parlementer dan non parlementer. Model-model parlementer ini ada di Indonesia, bahkan dulu parlemen ditakuti-takuti mengubah negara tetapi diketahui saat ini menjadi normal atau demokratis kembali. Misalnya tahun 1999 yaitu PK (Partai Keadilan) yang dicurigai akan mengganti demokrasi, tetapi lama kelamaan dianggap biasa saja karena adanya korupsi, dan lain-lain,” ucap Rumadi.
Sedangkan pemateri ketiga, Ahmad Barizi, pengajar Filsafat dan Tasawuf UIN Malang menegaskan bahwa fenomena aliran-aliran di Indonesia ini paling banyak terlihat pasca Orde Baru. Mereka terbagi menjadi tiga kelompok keagaaman yakni: Islam radikal, Islam liberal, Islam sufistik.
“Faktor yang menyebabkan hilangnya suatau aliran seperti, geografis, pengikut, dan tokohnya,” ujar Barizi.
Penulis: Ali Hasan Assidiqi