HANYA PASRAH LIHAT ANAK LIMA HARI TAK SADAR DAN SESAK NAPAS DI ICU
Tragedi Kanjuruhan menyisakan rasa pilu bagi Rohman. Anaknya, Andi Setiawan, 32, menjadi korban tembakan gas air mata. Kini, sudah lima hari dia tergolek tak sadar di ICU RSSA. Dadanya masih sesak.
KAKI Rohman berjalan pelan dari Alun-alun Tugu menuju Posko Layanan Informasi di Balai Kota Malang kemarin siang (6/10). Pria separo baya itu diketahui jalan kaki dari Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA). Jarak yang dia tempuh juga lumayan jauh, sekitar 1,5 kilometer.
Raut wajahnya sedih. Matanya juga berkaca-kaca menahan kesedihan yang dia rasakan. Keringat di kening hingga membasahi bajunya seolah tak dirasakan. Napasnya juga ngos-ngosan karena sudah 10 menit dia berjalan menuju balai kota.
Pikirannya tengah kacau. Sang anak, Andi Setiawan terbaring lemas di Ruang ICU RSSA sejak Minggu lalu. Pria 62 tahun itu duduk di depan petugas registrasi posko itu. Kata demi kata dia ucapkan dengan lirih kepada petugas. Dia tak kuasa menahan kesedihan menceritakan anaknya.
Bagaimana tidak, putra kesayangannya itu kini tak sadarkan diri. Kondisi Andi sempat kritis beberapa waktu lalu karena dada terasa sesak untuk bernapas. Rohman masih teringat Andi mengeluhkan dada sesak karena menghirup gas air mata.
“Tangan dan kaki juga memar, saya pasrah saja berdoa semoga anak saya bisa sembuh,” ucapnya dengan sedikit terbata-bata.
Air mata Rohman tak terbendung. Dia menangis jika melihat kondisi anaknya yang dikenal ramah dan suka bergaul. Warga Kelurahan Mergosono, Kecamatan Kedungkandang itu mengenal anaknya cinta dengan Arema FC. Bahkan setiap pertandingan kandang, anaknya yang berusia 32 tahun itu tak pernah absen untuk mendukung Singo Edan.
Tak jarang Andi meninggalkan waktu bekerja sebagai juru parkir di daerah Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Tak peduli pertandingan sore maupun malam, Andi selalu datang ke Stadion Kanjuruhan. Andi bahkan tak segan menelepon Rohman untuk izin mendukung tim kebanggaan Arek Malang itu.
Rohman selalu mengizinkan Andi berangkat ke Stadion Kanjuruhan. Apalagi setiap berangkat ke sana selalu bersama teman sebayanya. Namun tragedi 1 Oktober lalu membuat Rohman terkejut seketika. “Pagi harinya (Minggu) dikabari temannya kalau anak saya masuk RS, kaget karena semalam belum mendapat kabar ada kerusuhan,” jelasnya.
Terkejutnya lagi, Andi saat itu dirawat di RSUD Kanjuruhan. Jarak untuk mendatangi RS tersebut juga cukup jauh, 22 kilometer. Setidaknya butuh 45 menit perjalanan menuju ke sana. Tentu tak ada masalah bagi Rohman. Dia bersama saudaranya pergi ke sana untuk melihat kondisi anaknya itu.
Namun sebelum berangkat dia mendapat kabar dari salah satu teman Andi, bahwa anaknya pagi itu dirujuk ke RSSA. Rohman bersyukur bisa menjenguk anaknya lebih dekat di Kota Malang. Saat pertama kali melihat kondisi Andi, Rohman hanya bisa menangis.
Namun di sisi lain dia bersyukur anaknya masih selamat walaupun harus dengan luka yang cukup parah. Belum lagi sejak dua hari lalu kondisi Andi sempat memburuk. Kesadaran Andi mulai hilang dan kini masih harus berjuang dengan alat respirator. “Perasaan saya campur aduk, meski sudah ada tanda membaik tetap saja saya cemas,” ungkap Rohman.
Di meja registrasi itu dia juga sempat melamun sesaat ketika petugas tengah mengisi data diri Andi. Tatapan matanya kosong. Seolah ada kecemasan di dalam pikirannya. Bahkan juga ada harapan sang anak bisa sembuh dan kembali beraktivitas seperti dahulu.
Sesekali dia berdoa kepada Yang Maha Kuasa segera memberikan kesembuhan kepada Andi. Dia rela jalan kaki hingga naik angkot demi kesembuhan sang anak. Dia tak peduli biaya yang dihabiskan. Sebab sudah ditanggung pemerintah. Namun tetap saja, dia berpikir demi anak semua upaya harus dilakukan.
Setelah 10 menit di posko untuk memberikan informasi kondisi anaknya, dia bergegas kembali. Perasaannya sedikit plong karena ada sedikit bantuan. Namun juga masih bergetar teringat kondisi sang anak yang sempat terinjak di gate 13 Stadion Kanjuruhan.
Rohman bergegas kembali ke RSSA tak sabar ingin menjaga sang anak yang terbaring sendirian. Langkah demi langkah dia meninggalkan balai kota. Di samping itu, dia terus berdoa berharap sang anak bisa sembuh dari luka yang diderita. (*/abm)