22.2 C
Malang
Sabtu, November 18, 2023

Amarah Tuntut Transparansi RKUHP

MALANG KOTA – Puluhan mahasiswa dari Aliansi Mahasiswa Brawijaya (Amarah) turun ke jalanan, kemarin (6/7). Mereka menggelar aksi di depan Gedung DPRD Kota Malang untuk menyuarakan tuntutan agar pemerintah pusat membeberkan isi rancangan kitab undang-undang hukum pidana (RKUHP) yang digagas pada 2019 lalu. Pasalnya, dalam draft RKUHP tersebut dinilai ada sejumlah pasal yang janggal.

Setidaknya ada 14 pasal yang dinilai cacat. Salah satunya pasal 218 tentang Penghinaan Presiden. Menurut mereka, pasal ini bertentangan dengan penjaminan kebebasan berpendapat dan cenderung memunculkan pemerintahan yang otoriter.

“Kita ini negara demokrasi dan diatur oleh hukum. Dengan pasal ini, kami menilai mencederai nilainilai demokrasi,” kata Muhammad Nizar Rizaldi, Koordinator Lapangan (Korlap) Amarah UB.

Baca Juga:  Epaper 15 Agustus 2020: Sidang Paripurna Wajib Maser Merah Putih

Tak hanya itu, Nizar dan para demonstran kecewa ketika mengetahui pasal 273 tentang penyelenggaraan demonstrasi ada pembatasan. Dia lantas mempertanyakan hal itu karena demonstrasi menjadi salah satu cara menyampaikan aspirasi. Jika ada pembatasan, maka ke depan aksi demo di Indonesia bisa saja dipersulit.

Aksi yang dibarengi dengan teatrikal itu diharapkan oleh Nizar bisa memperlihatkan kepada masyarakat. Bahwa RKUHP yang dirancang 2019 masih cacat hukum, bahkan bisa jadi kehidupan demokrasi untuk generasi selanjutnya dikekang pemerintah. (adn/dan)

MALANG KOTA – Puluhan mahasiswa dari Aliansi Mahasiswa Brawijaya (Amarah) turun ke jalanan, kemarin (6/7). Mereka menggelar aksi di depan Gedung DPRD Kota Malang untuk menyuarakan tuntutan agar pemerintah pusat membeberkan isi rancangan kitab undang-undang hukum pidana (RKUHP) yang digagas pada 2019 lalu. Pasalnya, dalam draft RKUHP tersebut dinilai ada sejumlah pasal yang janggal.

Setidaknya ada 14 pasal yang dinilai cacat. Salah satunya pasal 218 tentang Penghinaan Presiden. Menurut mereka, pasal ini bertentangan dengan penjaminan kebebasan berpendapat dan cenderung memunculkan pemerintahan yang otoriter.

“Kita ini negara demokrasi dan diatur oleh hukum. Dengan pasal ini, kami menilai mencederai nilainilai demokrasi,” kata Muhammad Nizar Rizaldi, Koordinator Lapangan (Korlap) Amarah UB.

Baca Juga:  Hari Ini Ada Demo Susulan, Perhatikan 10 Titik Rekayasa Lalin Ini

Tak hanya itu, Nizar dan para demonstran kecewa ketika mengetahui pasal 273 tentang penyelenggaraan demonstrasi ada pembatasan. Dia lantas mempertanyakan hal itu karena demonstrasi menjadi salah satu cara menyampaikan aspirasi. Jika ada pembatasan, maka ke depan aksi demo di Indonesia bisa saja dipersulit.

Aksi yang dibarengi dengan teatrikal itu diharapkan oleh Nizar bisa memperlihatkan kepada masyarakat. Bahwa RKUHP yang dirancang 2019 masih cacat hukum, bahkan bisa jadi kehidupan demokrasi untuk generasi selanjutnya dikekang pemerintah. (adn/dan)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/