MALANG KOTA – Jelas eksekusi 301 rumah di sepanjang bantaran rel KA Kotalama-Depo Pertamina, PT Kereta Api Indonesia (KAI) mewaspadai warga yang memiliki dokumen pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB).
Sebelum eksekusi dilakukan pada 20 Juli depan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu akan memastikan bahwa tidak ada warga mengantongi sertifikat hak milik (SHM). Sebab jika ada warga yang membayar PBB, biasanya mereka juga memiliki SHM.
Informasi adanya warga yang membayar PBB itu diungkap oleh DPRD Kota Malang. ”Beberapa anggota DPRD sudah datang ke sana dan sebagian warga memiliki bukti pembayaran PBB,” ujar Ketua DPRD Kota Malang I Made Riandiana Kartika, kemarin.
Made yang mendapat laporan tersebut tentu menanyakan kepada Pemkot Malang. Sebab, lahan milik PT KAI yang ditempati warga selama berpuluh-puluh tahun itu seharusnya tidak ada yang berstatus hak milik.
Tak hanya itu saja, kasus penggusuran bangunan liar ini juga dampak pembiaran dari PT KAI. Made menyebut PT KAI tidak bisa menjaga aset yang telah dimiliki tersebut. Alhasil PT KAI mau tak mau harus mengeluarkan uang kompensasi.
”Dari sini, semua pihak perlu belajar menjaga aset. Pemkot juga ada pekerjaan rumah yaitu melacak PBB yang dikantongi warga,” tegasnya.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu berharap PT KAI juga menghitung ulang uang kompensasi. Sebab, uang kompensasi yang diberikan terbilang kecil yakni Rp 250 ribu per meter untuk bangunan permanen. Serta Rp 200 ribu untuk bangunan semi permanen. ”Kasus ini memang harus dikawal, karena warga kalau mengadu pasti lewat kami maka kami siap menampung aspirasi,” tutur Made.
Sementara itu, Kepala Bagian (Kabag) Hukum Pemkot Malang Suparno masih mendalami kasus ini. Dugaan yang diterima DPRD tersebut juga bingung untuk diselesaikan.
”Karena di sini sebagian warga menempati lahan KAI, tapi kalau punya PBB, maka perlu ada analisis dulu,” jelasnya beberapa waktu lalu.
Adanya laporan tersebut juga menjadi atensi dari Manajer Humas PT KAI Daop 8 Surabaya Luqman Arif. Dia sudah memastikan bahwa ratusan warga hanya menempati lahan tanpa ada timbal balik. ”Jadi tidak ada sewa atau retribusi, maka solusi yang kami berikan sudah sesuai,” jelasnya.(adn/dan)