MALANG KOTA – Target Pemkot Malang untuk meraup pendapatan dari sektor retribusi masih jauh api dari panggang. Sebab, satu sektor penyumbang pendapatan yakni retribusi persetujuan bangunan dan gedung (PBG) hanya terealisasi Rp 693,5 juta. Padahal, pemkot menarget pendapatan dari sektor tersebut sebesar Rp 12,5 miliar.
Jika dipersentase, capaian pendapatan itu hanya 5,54 persen saja. Jika melihat pembangunan di Kota Malang, sepanjang tahun 2022 banyak proyek bangunan dan gedung yang dilakukan. Kepala Dinas Tenaga Kerja, Penanaman Modal, dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Disnaker-PMPTSP) Kota Malang Arif Tri Sastyawan menyebut realisasi itu menurun drastis dibandingkan enam tahun terakhir. Bisa mencapai antara Rp 6 miliar-Rp 9 miliar.
”Ada sejumlah kendala misalnya, peninjauan lapangan, survei, sesi konsultasi, forensik, hingga uji kelayakan untuk melihat kekerasan tanah (uji sondir),” terang Arif kemarin (3/1).
Di sisi lain, peralihan sistem dari izin mendirikan bangunan (IMB) ke PBG pada awal 2022 juga menjadi penyebab lainnya. Lebih lanjut, Arif menyebutkan bahwa saat ini yang mendominasi pengurusan PBG adalah hunian kecil. Namun, bangunan yang luasnya di atas 200 meter persegi masih jarang.
”Tapi kami tetap melakukan upaya jemput bola. Selama tahun 2022 ini ada 628 penerbitan IMB dari total permohonan sebanyak 2.197 berkas,” bebernya.
Di tempat lain, Ketua Komisi A DPRD Kota Malang Rahman Nurmala menyadari bahwa rendahnya capaian PBG disebabkan karena prosedur baru yang berlaku. Untuk itu, pihaknya mendesak Pemkot Malang membuat formula. Hal tersebut agar ketentuan PBG bisa sejalan dengan kebutuhan masyarakat.
”Yang jadi permasalahan utama sebenarnya pada gambar desain di aplikasi. Persoalan ini juga sudah kami komunikasikan dengan pusat dan ke depan kami meminta evaluasi persyaratan teknis,” tandas legislator partai Golkar itu. (mel/adn)