22.8 C
Malang
Jumat, Desember 8, 2023

Warung Payung Sepi, Penjual Tak Punya Solusi

BATU – Di tengah kunjungan wisatawan di Kota Batu yang semakin naik, pedagang di daerah Payung tak juga kecipratan rezeki.

Mereka mengaku tak ada perbedaan yang signifikan dari masa pandemi dan setelah pandemi. Pembeli di sana masih sedikit. Sehingga banyak warung yang tutup dan terbengkalai.

“Ini sudah mulai ada pengunjung sedikit demi sedikit, cuma ya seperti ini, sepi. Disyukuri saja yang penting dapat uang untuk putar modal dan bayar setoran,” ujar Parti seorang pedagang lalapan sembari tersenyum.

Parti mengaku telah berjualan sekitar 40 tahun di sana, namun memang ketika pandemi menyerang itu sangat terasa efeknya. Tak ada pembeli, lalu lalang kendaraan di sana juga tak seramai biasanya.

Baca Juga:  Segera, Lahir Kecamatan Baru di Kota Batu

Padahal menurutnya, dulu pelanggannya paling banyak berasal dari Kota Surabaya, Jombang, dan Kediri. Namun sekarang yang datang hanya orang yang memang sedang lewat dan ingin beristirahat sebentar.

Walaupun begitu pedagang di sini tetap diharuskan membayar biaya sewa dan keamanan sebesar Rp 83 ribu kepada paguyuban. Nominal ini di luar pembayaran listrik dan air untuk warungnya. Masing-masing warung memiliki token listrik sendiri.

“Ini kan masih nggak bisa nentukan ya, kadang hari ini bisa ramai tapi besok benar-benar sepi. Gitu terus setiap hari, cuma buat bayar segitu per bulan nggak apa-apa sih kita juga sewa biar paguyuban nanti yang ngelola uangnya bagaimana,” ujar Rukayah, seorang penjual sate dan bakso.

Baca Juga:  Paham Terorisme Masuk lewat Lima Pintu

Para pedagang di sini mengaku tak tahu harus melakukan apa. Mereka tak memiliki solusi agar warungnya bisa kembali ramai. Hanya bisa berusaha dengan tetap berjualan setiap hari dan berharap bisa ramai seperti dahulu lagi. (cr4/lid)

BATU – Di tengah kunjungan wisatawan di Kota Batu yang semakin naik, pedagang di daerah Payung tak juga kecipratan rezeki.

Mereka mengaku tak ada perbedaan yang signifikan dari masa pandemi dan setelah pandemi. Pembeli di sana masih sedikit. Sehingga banyak warung yang tutup dan terbengkalai.

“Ini sudah mulai ada pengunjung sedikit demi sedikit, cuma ya seperti ini, sepi. Disyukuri saja yang penting dapat uang untuk putar modal dan bayar setoran,” ujar Parti seorang pedagang lalapan sembari tersenyum.

Parti mengaku telah berjualan sekitar 40 tahun di sana, namun memang ketika pandemi menyerang itu sangat terasa efeknya. Tak ada pembeli, lalu lalang kendaraan di sana juga tak seramai biasanya.

Baca Juga:  Bianglala Alun-Alun Batu Bunyi Krek…Krek…

Padahal menurutnya, dulu pelanggannya paling banyak berasal dari Kota Surabaya, Jombang, dan Kediri. Namun sekarang yang datang hanya orang yang memang sedang lewat dan ingin beristirahat sebentar.

Walaupun begitu pedagang di sini tetap diharuskan membayar biaya sewa dan keamanan sebesar Rp 83 ribu kepada paguyuban. Nominal ini di luar pembayaran listrik dan air untuk warungnya. Masing-masing warung memiliki token listrik sendiri.

“Ini kan masih nggak bisa nentukan ya, kadang hari ini bisa ramai tapi besok benar-benar sepi. Gitu terus setiap hari, cuma buat bayar segitu per bulan nggak apa-apa sih kita juga sewa biar paguyuban nanti yang ngelola uangnya bagaimana,” ujar Rukayah, seorang penjual sate dan bakso.

Baca Juga:  Kota Batu Bebaskan Denda Pajak Tempat Wisata

Para pedagang di sini mengaku tak tahu harus melakukan apa. Mereka tak memiliki solusi agar warungnya bisa kembali ramai. Hanya bisa berusaha dengan tetap berjualan setiap hari dan berharap bisa ramai seperti dahulu lagi. (cr4/lid)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/