MALANG KOTA – Pemkot dan Pemkab Malang telah menandatangani perjanjian kerja sama (PKS) pemanfaatan air dari Sumber Pitu (Kecamatan Tumpang) dan Sumber Wendit (Kecamatan Pakis). Di dalamnya ada perubahan nilai kompensasi yang harus dibayar oleh Pemkot Malang. Sempat muncul kekhawatiran bahwa perubahan nilai kompensasi itu akan menaikkan tarif bagi pelanggan Perumda Tugu Tirta (PDAM Kota Malang). Untuk pemanfaatan air Sumber Wendit, nilai kompensasi yang sebelumnya Rp 80 per meter kubik naik menjadi Rp 200 per meter kubik. Sementara pemanfaatan Sumber Pitu yang sebelumnya Rp 610 per meter kubik turun menjadi Rp 560 per meter kubik. Dengan begitu, Pemkot Malang (Tugu Tirta) ke depan harus merogoh kantong lebih dalam demi menutup biaya operasional
Dengan kata lain, tarif dasar air pelanggan PDAM Kota Malang) berpotensi naik demi menutupi biaya kompensasi itu. Untuk saat ini, Pemkot Malang memastikan kenaikan tarif itu tidak akan terjadi. Wali Kota Malang Sutiaji menegaskan PKS baru dengan Pemkab Malang tidak akan memengaruhi pelayanan distribusi air. Khususnya tagihan air yang harus ditanggung pelanggan. ”Belum ada rencana kenaikan. Semua tergantung Perumda Tugu Tirta, apakah bisa menutup biaya operasional yang baru,” kata pria yang juga menjadi kuasa pemilik modal (KPM) Perumda Tugu Tirta itu. Bisa dikatakan, dalam waktu dekat tarif dasar air tak ada perubahan. Sebanyak 174.844 pelanggan tetap membayar sesuai kelas yang ditentukan.
Dari klasifikasi tarif yang saat ini berlaku, golongan rumah tangga paling rendah membayar 2.700 per meter kubik. Kemudian untuk golongan industri dipatok tarif sebesar Rp 14.300 per meter kubik. Sutiaji menjelaskan, Perumda Tugu Tirta masih terbilang mampu memenuhi biaya operasional yang sudah disepakati. Mengingat rata-rata laba bersih dua tahun terakhir selalu di atas Rp 20 miliar. Misalnya pada 2021, perusahaan pelat merah tersebut mendapat laba bersih sebanyak Rp 44 miliar. ”Dengan adanya kepastian biaya operasional itu tentu bukan jadi beban. Melainkan jadi kabar baik bahwa distribusi air ke sejumlah pelanggan bisa dipastikan aman,” jelas dia. Dalam PKS yang berlaku selama lima tahun ke depan itu sudah diatur penyesuaian nilai kontribusi pemanfaatan Sumber Wendit dan Sumber Pitu.
Selain itu juga diatur komponen beban pengusahaan sumber daya air yang mencakup pajak air permukaan, biaya jasa pengelolaan, maintenance, depresiasi, pengusahaan tanah, dan klorinasi. Sutiaji optimistis Perumda Tugu Tirta bisa memenuhi kewajiban yang telah disepakati. Di tempat lain, Direktur Utama (Dirut) Perumda Tirta Kanjuruhan (PDAM Kabupaten Malang) Syamsul Hadi menjelaskan, PKS baru tidak sertamerta menguntungkan pihaknya saja. Sebab selama ini biaya operasional untuk Sumber Pitu butuh ratusan juta rupiah tiap bulan. Meski terjadi penurunan tarif, pihaknya tak masalah karena itu sudah melalui perhitungan konsultan. ”Karena nilai aset kita juga menurun. Tapi tak masalah, karena ke depan air yang dikelola bersama bisa terjaga,” jelasnya. Syamsul menambahkan, PKS baru juga tak berpengaruh ke tarif dasar air.
Saat ini tarif dasar air pelanggan Tirta Kanjuruhan memang lebih mahal ketimbang Tugu Tirta. Untuk golongan rumah tangga, paling murah dipatok Rp 2.900 per meter kubik. Artinya lebih mahal Rp 200 per meter kubik jika dibanding dengan Tugu Tirta. Dia tak mempermasalahkan besaran tarif yang dipatok. Mengingat sejauh ini pemanfaatan sumber air yang digunakan sudah cukup maksimal. Apalagi tarif yang dipatok lebih tinggi itu juga melihat jumlah pelanggan air di Kabupaten Malang yang hanya sekitar 131 ribu pelanggan. ”Pemanfaatan Sumber Pitu akan masuk ke kami. Itu kami olah serius supaya tidak ada pergolakan lagi. Sementara yang dari Sumber Wendit akan masuk kas daerah,” tandas Syamsul. Tarif Kewenangan Kepala Daerah Direktur Utama Perumda Air Minum Tugu Tirta Kota Malang M. Nor Muhlas juga memastikan tarif dasar air tetap seperti semula.
Kalau pun ada perubahan, maka itu merupakan kewenangan kepala daerah. Bukan kewenangan Perumda Tugu Tirta selaku operator. ”Kalau kepala daerah tidak menaikkan, ya berarti tarifnya tetap,” tegas pria yang menjabat sebagai direktur sejak 2019 itu. Muhlas melanjutkan, kesepakatan dalam PKS yang baru justru lebih bertujuan untuk membentuk legitimasi hukum mengenai pemanfaatan air. Baik yang ada di Sumber Pitu maupun Sumber Wendit. Ini diperlukan demi mencegah timbulnya konflik pada masa mendatang.
Namun dia mengakui bahwa biaya operasional akan meningkat. Untuk Sumber Wendit, dia memperkirakan terdapat kenaikan sekitar 120 persen. Sementara pada Sumber Pitu, biaya operasionalnya relatif tetap. ”Untuk jumlah persisnya saya harus mengecek lagi, tapi semua sudah kami hitung. Yang jelas kesepakatan terbaru ini harus menjadi simbiosis mutualisme,” imbuhnya. Disinggung upaya untuk mencegah konflik-konflik seperti yang sebelumnya terjadi, Muhlas menyatakan klausulklausul PKS yang disepakati beberapa waktu lalu menjadi proteksi. Sebab, setiap angka, termasuk nilai kompensasi sudah disepakati bersama.
”Misalnya, untuk nilai kompensasi ada kenaikan 15 persen. Kenaikan itu terjadi setiap periode atau jangka waktu PKS yang berlaku lima tahun,” tutur mantan anggota DPRD Kabupaten Malang itu. Sementara itu, Sekretaris Komisi B DPRD Kota Malang Arief Wahyudi mengingatkan ada hal-hal teknis yang masih menjadi pekerjaan rumah. Seperti tentang Surat Izin Pengelolaan Air (SIPA) yang saat ini masih belum jelas. Namun dia berharap, untuk air baku yang berasal dari Sumber Pitu, Pemerintah Kabupaten Malang bisa segera melakukan normalisasi seperti semula.
Sehingga kebutuhan air yang selama ini dikurangi oleh Kabupaten Malang untuk kebutuhan Kota Malang tidak menjadi kendala lagi. ”Ketika PKS untuk pengelolaan air baku dengan Kabupaten Malang dijalankan, tidak ada alasan lagi bagi PDAM Kota Malang mengalami gangguan seperti yang terjadi saat ini,” kata legislator dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut. Selain itu, perawatan-perawatan terhadap fasilitas pelayanan juga harus menjadi fokus utama. Salah satunya perawatan terhadap pipa-pipa agar pelayanan menjadi lebih baik lagi. (adn/mel/fat)