KOTA BATU – BPBD Kota Batu membutuhkan anggaran total Rp 7 miliar pada tahun 2021 mendatang. Salah satunya yang paling besar yakni untuk pengadaan alat Early Warning System (EWS) sejumlah 11 unit sebesar Rp 1,1 miliar.
Kepala BPBD Kota Batu Agung Sedayu mengatakan anggaran sejumlah Rp 7 miliar akan difokuskan pada tiga sektor utama. Yakni Pra Bencana sejumlah Rp 1 miliar lebih, Pasca Bencana yakni Rp 400 juta dan anggaran Tanggap Darurat sebanyak Rp 1,9 miliar. “Sisanya untuk anggaran belanja tidak langsung,” katanya.
Salah satu anggaran yang mencuri perhatian adalah pemasangan alat deteksi dini tanah longsor. Pemasangan alat tersebut diantaranya direncanakan berada di Desa Tulungrejo, Desa Sumberbrantas dan Kelurahan Songgokerto yang memiliki potensi daerah rawan longsor.
“Pergerakan tanah yang memicu bencana tanah longsor rawan terjadi di Kota Batu yang didominasi topografi perbukitan berkontur miring,” katanya.
Sehingga upaya mitigasi disiapkan BPBD Kota Batu dengan memasang alat deteksi dini tanah longsor pada tahun 2021 mendatang. Pengadaan alat berjumlah 11 unit ini menelan anggaran Rp 1,1 miliar. Dan akan dipasang di titik-titik rawan longsor. “Jumlahnya ada 11 alat yang nantinya akan kami pasang di wilayah yang rawan longsor, yakni lokasi pada kelerengan yang rawan bencana dan dibawahnya lereng terdapat permukiman dan kerapatan vegetasi mulai berkurang atau jarang,’’ katanya.
Semula rencana pembelian EWS dijadwalkan pada tahun 2020 ini. Namun karena kebijakan realokasi anggaran, membuat rencana itu tertunda hingga 2021. Diungkapkan, harga satu unit alat tersebut Rp 100 juta lebih. “Untuk ekstensometernya saja sekitar Rp 55 juta dan warning sistemnya sekitar Rp 47 juta,” katanya.
Agung menjelaskan cara kerja pendeteksian longsor tersebut. Tanda-tanda terjadinya longsor akan terbaca melalui kabel baja ekstensometer ketika adanya pergerakan tanah. Kabel baja akan tertarik dan mentransmisikan sinyal ke alat warning system. “Sehingga membunyikan alarm, pertanda adanya pergeseran tanah atau gerakan tanah,” katanya.
Tak hanya memasang alat, BPBD berkolaborasi dengan pihak relawan desa dan Forum Pengurangan Resiko Bencana (FPRB) desa dalam rangka memberikan informasi dini untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan terutama pada daerah rawan longsor.
Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat pihaknya juga bekerjasama dengan perguruan tinggi di Malang. Salah satunya dari Universitas Brawijaya yang memberikan alat pendeteksi angin puting beliung yang ditempatkan di balai desa Sumberbrantas. “Itu dari program doktor mengabdi UB, terus ini infonya mau diberi alat pendeteksi banjir,” katanya.
Pewarta: Nugraha